Jumat, 04 Mei 2018

Tenses and my holiday experience

1. Present Tense
tenses that used to describe recurring event
ex :
(+) My dad always works very hard in his own company
(-)  My dad does not work very hard in his own company
(?)  Does my dad work very hard in his own company?

2. Past Tenses
This kind of tenses used to describe a past event
ex :
(+) 2 years ago she worked on the magazine company
(-)  2 years ago she did not work on the magazine company
(?) Did she work on the magazine company 2 years ago?

3. Present Continous Tense
tenses that used to describe the ongoing event
ex :
(+) Look! he is looking back at you right now!
(-)  Look! he is not looking back at you right now!
(?)  Loook! is he looking at you right now?

4. future Tense
tenses that used to descirbe and upcoming event
ex :
(+) im going to have pizza for breakfast tomorrow!
(-)  im not going to have pizza for breakfast tomorrow
(?) am i going to have pizza for breakfast tomorrow?

5. Present Perfect Tense
tenses that used to describe an ongoing event or a just finished event
ex :
(+) i have been wanting to have my own company since 2015
(-)  i have not been wanting to have my own company since 2015
(?)  have i been wanting to have my own company since 2015?

my holiday experience
about 2 years ago me and my family decided to have a little holiday to Japan. We were very excited! we planned everything and make sure everything organized well. we didnt want to miss anything. we started packing like 2 weeks before flight, we browsed, and plan a great journey. we didnt want to waste time for our precious holiday because we just have 2 weeks.

3th of december finally we flew to Japan at 7.00 am and arrived at 3.00 pm indonesian time. after we arrived, we go straight to the hotel and unpacked everything. we only have 3 hours of rest and then we off to our first destination and that would be dinner inside of a boat. a very very big boat. we spent out night there and went back to the hotel. hours past by and in the morning we started very early at 6.45 am Japan time. we visited 5 place. first place we went to a very old temple. they were built long time ago. inside the temple there were a very huge park that consist a sakura flower. we enjoyed watching sakura bloom. and then go straight to the halal restaurant. after that we went to a science museum. we learned alot about Japan technology there. then we spent the rest of the day in universal studio Japan. Long short story on the last of the day in japan we went to Disney Land Japan, and Disney Sea Japan.

Minggu, 18 Maret 2018

contoh kasus pelanggaran etika bisnis ( PT. Nissan Motor Indonesia)

Kasus Iklan Nissan March Masuk Pengadilan

Konsumen merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara ‘menggoda’ orang untuk membeli produk.
Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla– begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.

“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.

Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.

Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.

Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.

Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.

Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.

Tanggapan :

Menurut Yosephus (2010) mengatakan bahwa Etika Bisnis secara hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.

Dari kasus yang terjadi pada PT. Nissan Motor Indonesia, menurut saya masuk sebagai salah satu pelanggaran etika dalam berbinis. kenapa? karena seperti yang kita tahu menurut Yosephus diatas bahwa etika bisnis merupakan penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di bidang ekonomi khususnya, bisnisnya. kebohongan atau kepalsuan merupakan salah satu pelanggaran etika bisnis. Sebagai seorang pembisnis atau enterpreneur seharusnya sudah tahu betul bagaimana mestinya ketika memasarkan suatu produk kepada masyarakat. penting sekali mendapatkan pembeli/jumlah konsumen yang banyak. tetapi, lebih baik lagi jika suatu perusahaan mendapatkan banyak konsumen dengan kejujuran yang baik. contohnya, seperti apa yang terjadi pada PT.Nissan Motor Indonesia ini. perusahaan Nissan merupakan salah satu perusahaan transportasi yang besar di Indonesia. sudah kewajiban mereka untuk memberikan pelayanan yang baik dan informasi yang bertanggung jawab yaitu memberikan pemasaran dan informasi yang benar dan jujur.

dan selain itu, sebaiknya juga para konsumen harus lebih pintar dan kritis agar kejadian ini tidak terjadi. karena dengan berpikir kritis dan pintar sebelum membeli suatu barang akan juga menjadikan suatu perusahaan terus menerus mengembangkan kualitas barang dan cara pemasarannya untuk memuaskan pelanggan dan meminimalisir kecurangan seperti kasus diatas.

sumber :
https://iqbaallsite.wordpress.com/2016/11/06/31/
http://indahrestuanjani.blogspot.co.id/2014/10/tugas-ke-1-pelanggaran-etika-bisnis.html            

Jumat, 17 Juni 2016

istilah ekonomi dalam bahasa inggris

"Balance Sheet" terjemahan "Neraca"

Balance Sheet ( definisi :Neraca merupakan salah satu bagian laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan entitas pada akhir sebuah priode akuntansi tertentu. Neraca di dunia akuntansi biasanya mengandung setidaknya tiga unsur laporan keuangan yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas. )

The Accountant  in one of most famous company calculate the balance sheet to make the report of the accets of the company, the liabilities, and the equity to submit it to the boss this afternoon.

Jumat, 20 Mei 2016

Kamis, 31 Maret 2016

Nature Experienced

So, Hi. My name is Desfika. But usually my friends call me Dei. For a lil bit of your information, Dei came from my dad. He said, that’s what he wanna call me. By the way, he is a jelousy person. That’s why he came up with that name to make it different from others. Hahahhaha. Weird huh? Well yeah so do me. We are the same kind. But now that rules is no longer exist. Coz, ya, you know. Now all my friends call me Dei. Hahahaa im really sorry for him. So, anyway, in this tiny pages of Microsoft office word. Im going to tell you about one of my best nature experience that ive experienced.

Already been a long time of me to not doing a nature trip. Actually ive done it before for a few times, but sadly of all the experiences ive had. I could only memorize two from so many. The last time I did it, I think, its about I don’t know. About three or four years ago. It happended when I was at my second grade of junior highschool. And then, I don’t really have time to do it except when the first time I entered senior highschool. But I just wanted to share the many years ago experience anyway.

So, here it is. The cibodas experience. Although, I don’t really like nature vacation. So I don’t do it often. I have this one big brother from my moms sister. So, yeah, my aunt son. He is the third son of 3. And , yeah he is the last one. His name is Bagus. He is the wirdest, stupidest, human being that I love the most from my several cousins. Anyway, I aint good enough on re-telling stories in English. Hahahahaha. But, really wholl does it well when they no longer used since graduated from school, and then now they should do it again in college? I mean, maybe there are. But not me, hahahahha.

Where do I start? Hmm, okay. So, long short story. . . On April of 20th, it was Bagus dad’s birthday. Our big family usually  just go to a restaurant and the birthday person paid. Or yeah, treating us. Just like that. But I don’t know why and how bagus dads have another plan to go with us. So, bagus dads, uncle hari has a not- really- big Villa in puncak. And he decided to take us with him and celebrate his birthday there. Which was fun, and, yeah.. fun.

I don’t really remember whats the exact day. But, I remembered that school almost done. So I have a lot more holidays then the regular months. So we start our trip by confoying in the morning at about 9 to 10 am. When we arrived, we unpacked things up and go for dinner. Uncle hari said, he really wanted to do something different. And then, he came up with an idea of hiking tomorrow morning to cibodas. I was shocked yet, maybe is not a terribble idea. I mean, sometimes we need to breathe in the air full of green things. That was the only thing in my mind when “hiking” was talked. But yeah, its not really bad.

Tomorrow happens. Honestly, the last night before this “tomorrow” happened. I was really nervous and overthink of doing this hiking stuff. Ive heard about hiking-in before. But ive never done it yet. So, yeah. We can said that, it would be my first time hiking-in.

That day was a lil bit rainy. But not much, I mean, we can still walked thru it and play under it. So, yeah.. we start our first step to the car. Then, the car which is a jeep car that will take us to the place where the cibodas waterfall exist. Anyway, cibodas is the name of a waterfall that placed in a mountain. Im not really sure whats the name of the mountain. But everybody called it, cibodas. Just cibodas. But when everybody talked about cibodas, they’ll already know that its going to be a waterfall in a mountain. Yeap.

And then, back to my trip. It takes 25 to 30 minutes to get to the foot of the mountain from our lodging. When we arrived, we start walking from the very basic. I mean, very very you know what I mean? The very low part. I still feel nervous when I started walking. I walked on a stairs that, no really big but enough for so many people to walked in. the path is a lil bit slippery and it smells like it had never been touch or ruined by anyone. It smells natural and healthy. Maybe I was right. It is not that bad.

20,30, to 60 minutes passed. I think im going to be okay, but sadly. Im not. I got really tired and dehadrate. I don’t drink much, evetho I dehadrated because I didn’t  want to peepee there and yeah I ruined everything and with that field I think it’s a lil bit impossible to fine a proper toilet seat or even jus a toilet room.

We decided to rest in the rest area for 5 minutes. And then, we continue our trip to reach the cibodas waterfall. 60 minutes passed. Everyone get exhausted and so do i. but all the sacrafices paid off. The waterfall was beyond beautiful. We took a photo, and drink the water because it still natural and not polluted. There are so many people did it and guard there also suggest us to drink it.

After taking a photo, drink it, and a lil bit of swim. We decided to go down from the mountain. I wasn’t excepted that, that in fact going down is more difficult then going up. But thank goodness we still can make thru it. After we finished the mountain trip, we go off to the jeep and went home to the lodging. When we arrived, we directly showered and eat dinner.

That was one of my nature trip that I remembered. It might be really helping if I had one of the photo there. But sadly it was a long time ago so I don’t have it anymore. That’s all from me, hope you enjoyed it. And, bye.





Kamis, 26 November 2015

SEJARAH PROVINSI BANTEN


Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyangatau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian rajaPurnawarman. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian baratPulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Banten menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.

Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibukota atau pakuan (berasal dar kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar dengan Malaka dan Makassar.



 Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung.

Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda.

Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon

KEBUDAYAAN PROVINSI BANTEN
Kebudayaan Pencak Silat
Pencak silat merupakan seni beladiri yang berakar dari budaya asli bangsa Indonesia. Disinyalir dari abad ke 7 Masehi silat sudah menyebar ke pelosok nusantara. Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke15 di Nusantara. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di pesantren-pesatren dan juga surau-surau. Budaya sholat dan silat menjadi satu keterikatan erat dalam penyebaran pencak silat. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual.
            Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya juga penyebarannya tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Tidak heran banyak nama dari jurus dan gerakan perguruan silat asli Banten diambil dari aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten yang didirikan pada abad 15 masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin. Perkembangan pencak silat pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk penggemblengan para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh para guru silat yang mengusasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan kerajaan dan masyarakat umum Banten dalam memerangi kolonialisme para penjajah.
Pada saat ini pun Banten masih dikenal dan diakui secara luas dengan pendekar dan jawaranya, sebutan untuk orang-orang yang mahir dalam ilmu silat.


Kebudayaan Debus
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.
Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dibanten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya.

Kebudayaan Rudat Banten
Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan. Rudat terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang (pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.Menurut beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang dimainkan dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).
Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian sudah meninggal. Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang yang salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh disana.

Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila meyakini bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian. Langkah-langkahnya merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi tarian dan diiringi musik dan shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan utama tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.

Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten. Saat kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun Kasultanan Banten IV Pangeran  Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M) seni tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk mengumpulkan masa untuk berlatih bela diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang Belanda.

Kebudayaan Tari Dzikir Saman Banten
Dzikir Saman yang ada di Banten berbeda dengan Saman yang ada di Aceh, disini para pemainnya terdari dari laki-laki dengan membentuk lingkaran. Sambil berputar, sambil menyebutkan shalawat Nabi Muhammad SAW. Seni Dzikir Saman ini tidak diiringi dengan perangkat alat musik, hanya nyanyian dengan menyebut asma Allah, alok dan gerakan tubuh yang berputar-putar. Seni ini sudah ada sejak dahulu, biasanya dalam acara tertentu seperti Khol Syeh Abdul Khodir Jailani, Rasullan.
Kebudayaan Ubrug Banten
Istilah ubrug diambil dari bahasa Sunda yaitu saubrug-ubrug yang artinya bercampur baur. Dalam pelaksanannya, kesenian ubrug ini kegiatannya memang bercampur yaitu antara pemain/pelaku dengan nayaga yang berada dalam satu tempat atau arena. Namun ada pendapat bahwa ubrug diambil dari kata sagebrug yang artinya apa yang ada atau seadanya dicampurkan, maksudnya yaitu antara nayaga dan pemain lainnya bercampur dalam satu lokasi atau tempat pertunjukan.
Waditra yang digunakan dalam ubrug yaitu kendang besar, kendang kecil, goong kecil, goong angkeb (dulu disebut katung angkub atau betutut), bonang, rebab, kecrek dan ketuk. Alat-alat ini dibawa oleh satu orang yang disebut tukang kanco karena alat pemikulnya bernama kanco yaitu tempat menggantungkan alat-alat tersebut.

Busana yang dipakai yaitu: juru nandung mengenakan pakain tari lengkap dengan kipas untuk digunakan pada waktu nandung. Pelawak atau bodor pakaiannya disesuaikan dengan fungsinya sebagai pelawak yang harus membuat geli penonton. Bagi nayaga tidak ada ketentuan, hanya harus memakai pakaian yang rapi dan sopan dan pakaian pemain disesuaikan dengan peran yang dibawakannya.

Urutan pertunjukan ubrug yakni sebagai berikut : (1) Tatalu — gamelan ditabuh sedemikian rupa sehingga kedengaran semarak selama 10-15 menit yang dimulai pada pukul 21.00 WIB. (2) Lalaguan – Ini kemudian disambung tatalu singkat sekitar 2 menit dilanjutkan dengan Nandung. (3) Lawakan — lakon atau cerita yang akan disuguhkan. (4) Soder — yaitu beberapa ronggeng keluar dengan menampilkan goyang pinggulnya. Para pemain memakaikan kain, baju, topi atau yang lainnya ke tubuh ronggeng. Sambil dipakai, para ronggeng terus menari beberapa saat dan kemudian barang-barang tadi dikembalikan kepada pemiliknya dan si pemilik menerima dengan bayaran seadanya. Soder berlangsung + 20-30 menit.

Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu blancong ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama dengan lampu gembrong atau lampu petromak.

Ubrug dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda seadanya cukup dengan daun kelapa atau rumbia. Pada saat menyaksikan ubrug, penonton mengelilingi arena.
Sekitar tahun 1955, ubrug mulai memakai panggung atau ruangan, baik yang tertutup ataupun terbuka di mana para penonton dapat menyaksikannya dari segala arah.

Kebudayaan Tari Cokek Banten
Cokek adalah sebuah tarian tradisional dari daerah Tangerang yang dimainkan kali pertama sekitar abad ke-19. Ketika itu, tarian ini diperkenalkan oleh Tan Sio Kek, seorang tuan tanah
Tionghoa di Tangerang yang sedang merayakan pesta. Dalam perayaan pesta itu, Tan Sio Kek mengundang beberapa orang ternama yang tinggal di Tangerang. Tan Sio Kek mengundang juga tiga orang musisi yang berasal dari daratan Cina. Ketika itu, para musisi Cina hadir sambil membawa beberapa buah alat musik dari negara asalnya.
Salah satu alat musik yang mereka bawa yakni Rebab Dua Dawai. Atas permintaan Tan Sio Kek, musisi itu kemudian memainkan alat musik yang mereka bawa dari daratan Cina. Pada saat yang bersamaan, grup musik milik Tan Sio Kek juga memainkan beberapa alat musik tradisional dari daerah Tangerang, seperti seruling, gong serta kendang.
Lantunan nada dari perpaduan alat musik daratan Cina dan Tangerang itu kemudian dikenal dengan nama musik Gambang Kromong. Untuk meramaikan suasana pesta, Tan Sio Kek menghadirkan tiga orang wanita. Sesuai permintaan Tan Sio Kek, mereka menari mengikuti alunan musik yang dimainkan para musisi. Para tamu yang menghadiri pesta menyebut ketiga penari itu Cokek. Konon, Cokek merupakan sebutan bagi anak buah Tan Sio Kek. Sejak saat itulah, masyarakat Tangerang di provinsi Banten mulai mengenal nama tari Cokek.

Jika awalnya, tari Cokek hanya dimainkan oleh tiga orang penari wanita. Kini, pertunjukan Cokek seringkali dimainkan oleh 5 hingga 7 orang penari wanita dan beberapa orang lelaki sebagai pemain musik. Setiap kali pertunjukan, penampilan penari Cokek disesuaikan dengan ciri khas wanita Banten yakni mengenakan kebaya dan kain panjang sebagai bawahan. Biasanya, warna kebaya yang dikenakan para penari Cokek relatif berkilau ketika terkena sinar lampu, seperti hijau, merah, kuning, serta ungu. Yang tak pernah ketinggalan dari penari Cokek yakni sehelai selendang.

Di daerah Tangerang, tari Cokek biasanya dimainkan sebagai pertunjukan hiburan saat warga Cina Benteng menyelenggarakan pesta pernikahan. Warga Cina Benteng merupakan warga Tionghoa keturunan yang tinggal di daerah Tangerang. Seringkali, tarian ini juga dimainkan sebagai tari penyambutan bagi tamu kehormatan yang berkunjung ke Tangerang.

Lantunan musik Gambang Kromong dan gerakan penari yang terlihat gemah gemulai menjadi ciri khas dari pertunjukan tari Cokek. Di tengah pertunjukan, penari Cokek biasanya turun ke barisan penonton untuk memilih siapa yang akan diajak untuk menari bersama. Setiap kali tari Cokek dimainkan, tidak semua penari dapat menari bersama penari Cokek.
Jika pertunjukan Cokek diselenggarakan untuk acara pernikahan, penari Cokek biasanya mengajak pengantin lelaki atau beberapa orang tamu undangan untuk menari bersama. Ketika diselenggarakan untuk menyambut tamu kehormatan, pejabat setempat dan tamu kehormatan itulah yang mendapat kesempatan pertama menari bersama penari Cokek.
Tanda ajakan dari penari yakni sehelai selendang yang dikalungkan ke leher para tamu. Masyarakat Tangerang beranggapan, jika sehelai selendang dari penari Cokek telah dikalungkan, pantang bagi tamu itu ataupun siapa saja untuk menolak. Penolakan itu diyakini dapat mencemarkan nama baik mereka sendiri. Biasanya, para tamu itulah yang nantinya menari bersama para penari Cokek hingga pertunjukan tari Cokek 

Kebudayaan Dog-dog Lojor Banten
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya.

Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.

Kebudayaan Suku Baduy
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo
Wilayah kanekes bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Tidak heran bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda dialek Sunda-Banten. Namun mereka juga lancar menggunakan Bahasa Indonesia ketika berdialog dengan penduduk luar.

Suku Baduy sendiri terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam. Yaitu kelompok Baduy yang paling ketat mengikuti adat mereka. Terdapat tiga kampung pada kelompok Baduy dalam yaitu: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas orang Baduy Dalam adalah mereka mengenakan pakaian yang berwarna putih alami dan biru tua serta mengenakan ikat kepala putih. Kelompok yang kedua adalah Baduy Luar atau dikenal sebagai kelompok masyarakat panamping. Yang berciri mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Dan tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Lain halnya kelompok ketiga disebut dengan Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes tidak seperti Baduy Dalam dan Luar. dan saat ini hanya 2 kampung yang tersisa yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).

Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh” ( kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan apapun.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya mengunjungi lokasi tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Hanya ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu lumping yang dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat penuh maka pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu juga sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan terjadi kegagalan pada panen.

Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

Kebudayaan Rumah Adat Baduy
Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orangKanekes atau disebut juga orang Baduy

Kebudayaan Golok Banten
Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemuiAsia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat.
Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang lebih sering.

Sate Bandeng, Sate Khas Warga Serang
Sate di nusantara pada umumnya menggunakan daging ayam, sapi atau kerbau sebagai bahan dasarnya. Namun di Kota Serang, Banten, ada satu sate yang unik karena tidak menggunakan daging ayam maupun sapi tapi menggunakan ikan bandeng sebagai bahan utamanya. Kuliner inipun menjadi salah satu ciri khas kuliner dari Kota Serang, namanya Sate Bandeng.
Sesuai namanya, sate ini menggunakan ikan bandeng atau yang bernama latin Chanos chanos. Ikan ini memiliki duri yang sangat banyak dan menempel pada bagian dalam dagingnya. Sehingga saat proses pembuatan sate, duri-duri ini dihilangkan terlebih dahulu. Cara ini juga yang dipakai pada abad 16 oleh juru masak Kerajaan Banten Girang saat pertama kali membuat sate bandeng.
Awalnya juru masak bingung saat ingin menyuguhkan hidangan ikan bandeng. Dirinya pun memutar otak untuk meminimalisir duri yang tertanam di daging ikan. Tak habis akal, sang juru masak memukul ikan hingga dagingnya hancur dan terpisah dari kulitnya. Daging yang telah hancur itu kemudian dikeluarkan dengan cara mencabut tulang dari bagian bawah kepala. 
Hal tersebut untuk membuang duri-duri halus yang terkandung dalam ikan. 

Daging ikan kemudian dicampur dengan santan dan bumbu rempah kemudian dimasukan kembali ke dalam ikan. Kulit ikan bandeng yang keras membuat ikan terlihat seperti utuh kembali, setelah itu ikan dibakar.
Hingga kini cara tersebut masih dipertahankan oleh masyarakat Kota Serang. Bahkan sate bandeng telah menjadi ikon yang khas saat berkunjung ke Banten khususnya Kota Serang sebagai ibukota.
Di pusat oleh-oleh kawasan Kota Serang banyak yang menjual sate bandeng sebagai hidangan untuk dibawa pulang. Sate bandeng bisa tahan hingga mencapai tiga hari, hal ini membuat para pecinta kuliner sering menjadikan sate ini sebagai buah tangan untuk keluarga atau kerabat di rumah
Santapan Khas Para Sultan Banten

Hampir semua kesultanan yang ada di Indonesia baik yang masih ada ataupun tidak, pasti memiliki santapan yang menjadi sajian khas keluarga kerajaan. Salah satunya adalah Kesultanan Banten yang memiliki rabeg sebagai santapan khas bagi keluarga kerajaan. 

Meskipun Kesultanan Banten kini sudah tidak ada, eksistensinya masih dapat dinikmati melalui rabeg, kuliner yang dahulu sangat disukai keluarga kesultanan. 

Rabeg sendiri adalah kuliner yang menggunakan olahan daging kambing atau sapi sebagai bahan utamanya dan diperkirakan telah ada sejak zaman Sultan Maulana Hasanuddin. 

Cerita yang berkembang, munculnya rabeg diawali dengan Sultan Maulana Hasanuddin menunaikan ibadah haji di tanah Arab. Saat itu kota pelabuhan yang pertama didatangi adalah Rabig, sebuah kota di tepi Laut Merah. 



Sultan merasa takjub dengan keindahan yang disaksikannya. Dirinya pun tak melewatkan untuk bersantap makanan setelah berhari-hari mengarungi samudra. Makanan yang dimakannya saat itu berupa olahan daging kambing yang lezat. 

Pulang dari ibadah haji, sultan meminta kepada juru masak untuk dibuatkan makanan yang pernah ia santap di Kota Rabig. Hal ini mendapat respon kebingungan dari juru masak. Tidak ingin mengecewakan sultan, juru masak memasak yang diminta sultan dengan menerka-nerka seperti apa jenis makanan yang dimakan sultan di tanah suci. 

Diluar dugaan, ternyata masakan sang juru masak disukai sultan dan akhirnya sajian yang dibuat para juru masaknya ini dinamakan dengan rabig hingga pelafalannya berubah menjadi rabeg. 

Versi lain menyebutkan, kuliner ini merupakan akulturasi yang memadukan budaya Arab dan nusantara khususnya Banten. Dikarenakan dahulu Banten merupakan kota pelabuhan yang ternama dan dijadikan tempat perdagangan hingga persinggahan. Hal ini yang membuat para pedagang dari Arab datang dan berbaur hingga menetap di Banten. 

Hal ini menyebabkan kuliner rabeg lahir, olahan kambing yang menjadi ciri khas budaya Arab ini berbaur dengan rempah-rempah nusantara yang melimpah. 

Rabeg memiliki citarasa yang manis dan pedas, semuanya tergantung selera. Lain lagi jika rabeg hadir saat proses acara akikah, acara memotong rambut bayi bagi umat muslim. Dalam acara ini rabeg akan dibuat manis. Hal ini diharapkan agar si bayi akan menjadi orang yang selalu merasakan hal yang manis saat dewasa kelak.

Daftar Pusaka


http://budayabanten.blogspot.co.id